Rabu, 01 Mei 2013

Meninggalkan yang haram karena ALLAH



Abu Faraj Ibnul Jauzy – rahimahullah- berkata:
“Aku pernah mendengar bahwa ada seseorang dari golongan mulia dan terkemuka berjalan melintas sebuah kuburan. Tiba-tiba dilihatnya ada seorang perempuan yang cantik mengenakan baju hitam. Dipandangnya perempuan tersebut, akhirnya dia pun jatuh hati padanya. Lalu dia menulis semacam surat untuk si perempuan itu:
Sebelumnya aku kira “matahari “ itu hanya satu,
Dan hanya bulan yang berhak mendapat sifat “kecantikan”.
Hingga akhirnya aku melihatmu saat mengenakan baju duka yang berwarna hitam.
Dan pelipismu terangkai (indah) di atas pipi.
Maka aku pun berlalu, sementara hatiku dipenuhi rasa suka.
Jantungku bergetar dan air mata pun bercucuran.
Jawablah ungkapan ini, teriring dengan ucapan terima kasih.
Dan gunakanlah kesempatan untuk menyambung hubungan dengan orang yang sedang kasmaran”.
Setelah ditulis, dilemparkan surat tadi ke arah si perempuan untuk kemudian dibacanya. Lalu si perempuan untuk kemudian dibacanya. Lalu si permpuan pun menulis jawaban:

“Bila Anda memang memiliki garis keturunan dan nasab yang bersih
(Ketahuilah) bahwa seseorang yang mulia dapat dikenal dengan tundukan pandangannya.
Dan sesungguhnya, para pezina itu adalah manusia tidak bermoral.
Sadarilah bahwa pada hari Kiamat nanti Anda akan dipertanyakan (tanggung jawab).
Urungkanlah harapanmu semoga Allah melaknat Anda sebagai laki-laki- sebab hatiku sudah terpaling dari perbuatan nista”.
Setelah si pria membaca balasan suratnya, dia  memaki dirinya sendiri, dia berkata, “tidakkah telah ada wanita yang lebih pemberani dibanding kamu?” lalu pria tadi bertaubat dan mengenakan baju dari bahan wool, kemudian pergi ke Baitullah Al-Haram. Suatu hari, saat dia sedang dalam thawaf, tiba-tiba dia lihat wanita cantik yang dulu, dia juga mengenakan baju dari wool. Si wanita berkata padanya, “alangkah pantasnya penampilan seperti ini untuk seorang yang mulia, maukah Anda melakukan suatu hal yang boleh untuk Anda?” (maksudnya menikahi si wanita tadi). Si pria menjawab, “dulu aku memang memang mengharapkan hal itu, tapi itu sebelum aku kenal dan cinta kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan sekarang aku telah terlalu sibuk dengan kecintaan kepada Allah untuk mencintai yang lain lagi” . “ si wanita tadi berkomentar singkat , “Bagus kamu” kemudian dia mulai thawaf sambil membaca syair:
            “ kita berthawaf dan saat itu tampak banyak bayangan  indah akan kecintaan kepada Allah. Bayangan yang menjadikan kita lalai untuk memandang dan mendengarkan yang lain.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan walau setitik tinta