Senin, 29 April 2013

Simpang dan Tujuan


Masih tetap bertahan pada keyakinan bahwa Allah tidak menciptakan dua hati dalam satu rongga dada, meski sangat mungkin satu hati dapat memiliki dua rasa yang saling bertolak dalam waktu bersamaan. Kadang dua rasa saling membunuh agar dapat bertahan walau belum tentu yang bertahanlah yang menang. Sakit dan bahagia memang dua rasa yang amat sangat berbeda tapi sesekali kita lupa bahwa kita baru merasa bahagia setelah sakit dan kita tak akan pernah merasa sakit jika tak pernah bahagia. Nikmatilah keduanya seperti alunan tinggi rendah nada yang mencipta harmonisasi kesyahduan lengkap dengan liriknya yang sarat makna, walau harus mengorbankan satu rasa untuk rasa yang lain.

Bahkan ada keadaan yang lebih mungkin dari itu, memiliki dua rasa yang persis untuk objek yang berbeda dengan takaran yang berbeda pula. Kalimat ini memang rumit dan menggelitik tapi tak perlu berpikir ekstra untuk memahaminya. Karena kesederhaannya terletak pada kebijakan hati untuk menentukan pilihan menurut apa yang baik di mata Allah, bukan menurut apa yang baik dimata kita.

Sebenarnya kedua keadaan di atas tak ada kaitannya secara langsung. Ya, tidak ada. Tapi kalau kita jeli mungkin bisa ditangkap maknanya yang tersirat.

Kembali lagi.

Seperti yang kubilang tadi. Satu rasa harus dikorbankan untuk rasa yang lain. Walau sedikit tak berkeprikehatiaan tapi ridho orang tua adalah ridho Allah, untuk sekarang!

Dengan sedikit tidak bisa menjaga perasaan orang lain, Bismillah akhirnya aku membuat gesekan dan retakan pada bumi yang sudah kering. Tinggal menunggu keikhlasan hujan saja untuk membasahinya. Ku arungi lagi yang cukup lama berfatamorgana dibalik bayangaannya. Berharap ada keridhoan yang bisa diraih dari jalan ini. Namun hanya berjedah sedetik, tak ada hujan petir menyambar.

Dan…

Memang benar hidup bukan lah permainan karma, tapi sering kita temui apa yang kita beri itu lah yang kita terima. Memberi sakit kita menerima sakit, pun memberi senyum kita menerima senyum.

Tak sebentar, aku pernah menoreh itu pada kalian. Tapi cukup sampai di situ saja tak perlu dijabarkan kenapa?.... Dan memang ya, sakit terbalas sakit. Baru terbayangkan olehku, betapa beratnya dunia yang kau geluti selama ini. Berada di simpang jalan yang jika dilalui begitu terjal, untuk kembali pun akan sia-sia. Ok, sekarang kita mainkan lagi drama ini untuk kedua kalinya dengan menukar peran. Dalami karakter dan cari tahu apa yang diinginkannya. Namun ternyata kau tak serumit aku, mungkin karena durasi yang jauh berbeda jadi tak bisa dikembarkan. Cukup dengan dua kerat tawa dan berpura-pura tidak waras kuyakini semuanya akan baik-baik saja. Tak usah menyulitkan diri, bahkan ini keburuntungan lain. Tetaplah menatap ke depan  dengan gelak tawa beserta kegilaannya itu, sambil meninggalkan secara perlahan puing-puing sejarah yang terukir rapi. Sampai akhirnya mereka benar-benar menjadi sahabat kita sahabat sampai tua sedangkan kita, IMAM DAN MAKMUM .



                                                                                                                                                                                                                                                                    08032013

                                                                                                                (YL)



-------------------------------------------------@Contekan@---------------------------------------------------

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan walau setitik tinta